Kode
Etik Ikatan Akuntansi Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Prinsip ini meminta
komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan
pribadi. Prinsip- prinsip tersebut
adalah:
Prinsip
Pertama – Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa
menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilakukannya.
Prinsip Kedua – Kepentingan Publik
Setiap anggota
berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik,
menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.
Prinsip Ketiga – Integritas
Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung-jawab
profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus
menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan
kewajiban profesionalnya.
Prinsip Kelima – Kompetensi dan Kehati-hatian
Profesional
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan
ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip Keenam – Kerahasiaan
Setiap anggota harus
menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa
profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak dan kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Prinsip Ketujuh – Perilaku Profesional
Setiap anggota harus
berprilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi
tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Prinsip Kedelapan – Standar Teknis
Setiap anggota harus
melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar
profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
Selain
itu, Kode Etik Profesi Akuntan Publik juga merinci aturan mengenai hal-hal
berikut ini:
·
Seksi 200 Ancaman dan Pencegahan
·
Seksi 210 Penunjukan Praktisi, KAP, atau
Jaringan KAP
·
Seksi 220 Benturan Kepentingan
·
Seksi 230 Pendapat Kedua
·
Seksi 240 Imbalan Jasa Profesional dan
Bentuk Remunerasi Lainnya
·
Seksi 250 Pemasaran Jasa Profesional
·
Seksi 260 Penerimaan Hadiah atau Bentuk
Keramah-Tamahan Lainnya
·
Seksi 270 Penyimpanaan Aset Milik Klien
·
Seksi 280 Objektivitas – Semua Jasa Profesional
·
Seksi 290 Independensi dalam Perikatan
Assurance
Aturan
Etika
1. Independensi,
Integritas, Obyektivitas
2. Standar Umum dan
Prinsip Akuntansi
3. Tanggung Jawab
kepada Klien
4. Tanggungjawab kepada
Rekan Seprofesi
5. Tanggungjawab dan
Praktik Lain
Tantangan
Akuntan Publik dalam Menghadapi Era IFRS
Seperti
yang dikatakan Hanihani, tekad Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) sudah mulai
menghadapi berbagai tantangan semenjak pertama kali diberlakukannya IFRS yaitu
pada tahun 2012 bagi kalangan akuntansi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
banyak hal yang perlu diubah dari prinsip yang saat ini berlaku ke dalam IFRS.
Beberapa hal tersebut seperti:
Penggunaan
Fair-value Basis dalam penilaian aktiva, baik aktiva tetap, saham, obligasi dan
lain-lain, sementara sampai dengan saat ini penggunaan harga perolehan masih
menjadi basic mind akuntansi Indonesia. Sayangnya IFRS sendiri belum memiliki
definisi dan petunjuk yang jelas dan seragam tentang pengukuran berdasarkan
nilai wajar ini.
Jenis
laporan keuangan berdasarkan PSAK terdiri dari 4 elemen (Neraca, Rugi-Laba dan
Perubahan Ekuitas, Cashflow, dan Catatan atas Laporan keuangan). Dalam draft
usulan IFRS menjadi 6 elemen (Neraca, Rugi-Laba Komprehensif, Perubahan
Ekuitas, Cashflow, Catatan atas Laporan keuangan, dan Neraca Komparatif).
Penyajian Neraca dalam IFRS tidak lagi didasarkan pada susunan Aktiva,
Kewajiban dan Ekuitas, tapi dengan urutan Aktiva dan Kewajiban usaha,
Investasi, Pendanaan, Perpajakan dan Ekuitas. Laporan Cashflow tidak disajikan
berdasarkan kegiatan Operasional, Investasi dan Pendanaan, melainkan
berdasarkan Cashflow Usaha (Operasional dan investasi), Cashflow perpajakan dan
Cashflow penghentian usaha.
Perpajakan
perusahaan, terutama terkait pajak atas koreksi laba-rugi atas penerapan IFRS
maupun atas revaluasi aktiva berdasarkan fair-value basis
Dengan
melihat perbedaan tersebut, bisa dikatakan Akutansi Publik Indonesia memerlukan
dorongan akademisi untuk mengupdate bahan ajar yang merefleksikan perubahan
dunia yang riil dalam lingkungan bisnis agar dapat merefleksikan perkembangan
baru seperti meningkatnya penggunaan IFRS. Tantangan tersebut akan lebih terasa
pada tahun 2015, yaitu pada saat diberlakukannya MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN)
semua Akuntansi Publik ASEAN dapat bekerja di seluruh negara ASEAN, sehingga
meningkatnya persaingan bagi Akuntansi Publik di Indonesia terutama bagi
Akuntansi Publik Asing yang lebih mampu menggunakan IFRS dibandingkan Akuntansi
Publik Indonesia.
SUMBER:
Kode Etik Akuntansi
Publik.pdf
Kode Etik Akuntan
Publik
Hanihani blogspot
Kode Etik
Akuntansi Bisnis
gumilarsukmawan
blogspot
Jurnal Akuntan
Publik.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar